Tindakan OPM Adalah Kejahatan Kemanusiaan: Tidak Perlu Merayakan Global Flag Raising
Menyambut HUT Organisasi Papua Merdeka (OPM) 1 Desember 2019 sudah dikampanyekan oleh kalangan pendukung separatis Papua baik di dalam negeri maupun luar negeri untuk memeriahkan pengibaran bendera bintang Kejora dibeberapa negara pada 1 Desember 2019 melalui acara “Global Flag Raising”.
.
Menurut propaganda kelompok ini kegiatan tersebut dilakukan dalam rangka memperingati 58 tahun berkibarnya bendera bintang Kejora sekaligus bentuk dukungan kemerdekaan West Papua dan penentuan nasib sendiri.
.
Juru bicara Free West Papua Campaign, Raki Ap intinya menjelaskan bendera bintang Kejora adalah semangat untuk kemerdekaan, simbol rumah orang West Papua, merepresentasikan mimpi mereka untuk hidup merdeka dan damai.
.
Sebenarnya ajakan pengibaran bendera bintang Kejora pada 1 Desember 2019 adalah tidak masuk akal jika masyarakat global mengetahui kejahatan kemanusiaan yang dilakukan OPM di tanah Papua tentunya mereka tidak akan mengikuti acara “Global Flag Raising”.
.
Bahkan akan sepakat jika menempatkan OPM bersama pendukungnya adalah kelompok separatis yang levelnya dapat disamakan dengan kelompok teroris.
.
Aksi-aksi kejahatan kemanusiaan yang dilakukan OPM yang perlu diketahui publik Indonesia atau dunia internasional seperti yang terjadi 25 Oktober 2019 di Kabupaten Yahukimo.
.
Kelompok OPM menculik salah satu mekanik truk dan salah seorang PNS/ASN yang sedang mengendarai motor Yamaha Vixion. bahkan dikabarkan PNS/ASN mengalami luka panah pada perut bagian belakang tembus paru-paru, sedangkan mekanik truk tersebut luka panah pada bagian dada atas sebelah kanan akibat terkena panah.
.
Sebelumnya Helikopter (PK-IWD) milik perusahaan swasta ditembaki kelompok OPM yang dipimpin Lekagak Telenggen ketika berada di atas daerah Kampung Olenki Distrik Ilaga Utara Kabupaten Puncak ketika sedang menuju pulang pada 16 Oktober 2019.
.
Penembakan tersebut mengenai pintu bawah sebelah kiri Helikopter (PK-IWD) yang tembus sampai kaca depan. Pada 12 Oktober 2019 di Pasar Lama, Distrik Dekai, Kabupaten Yahukimo, Papua juga terjadi penyerangan dengan menggunakan parang terhadap pedagang nasi goreng yang diduga seorang pedagang.
.
Kemudian sehari setelah itu terjadi penyerangan dan pencurian terhadap harta benda kaum pendatang di daerah jalan Paradiso, Distrik Dekai.
.
Kader OPM menyerang warga yang sedang melakukan ronda atau jaga kampong pada malam hari. Setelah menyerang kader OPM melarikan diri menggunakan sepeda motor. Kemudian juga ada pemberitaan terkait rombongan BBPJN PUPR yang diserang panah di Kabupaten Yahukimo, Papua (baca http://detik.id/6HkcHZ).
.
Kelompok pendukung separatis tampaknya juga terus memprovokasi dan mengajak masyarakat Papua untuk anti terhadap pemerintah Indonesia. Bahkan dilakukan melalui ibadah rutin oleh kelompok yang disebut NRFPB atau Negara Republik Federal Papua Barat di Kabupaten Manokwari, Papua Barat.
.
Dari fakta di atas dan beberapa kejadian mengerikan lainnya di bulan sebelumnya, maka masyarakat internasional tampaknya tidak perlu mengikuti acara Global Flag Raising, kecuali mereka bagian dari kelompok kepentingan jahat yang mencoba menerapkan color revolutions di Papua, sebagaimana mereka telah melakukannya di Haiti, Peru, Chile dan Hongkong dengan berbagai motif penyulutnya. (*)
.
Menurut propaganda kelompok ini kegiatan tersebut dilakukan dalam rangka memperingati 58 tahun berkibarnya bendera bintang Kejora sekaligus bentuk dukungan kemerdekaan West Papua dan penentuan nasib sendiri.
.
Juru bicara Free West Papua Campaign, Raki Ap intinya menjelaskan bendera bintang Kejora adalah semangat untuk kemerdekaan, simbol rumah orang West Papua, merepresentasikan mimpi mereka untuk hidup merdeka dan damai.
.
Sebenarnya ajakan pengibaran bendera bintang Kejora pada 1 Desember 2019 adalah tidak masuk akal jika masyarakat global mengetahui kejahatan kemanusiaan yang dilakukan OPM di tanah Papua tentunya mereka tidak akan mengikuti acara “Global Flag Raising”.
.
Bahkan akan sepakat jika menempatkan OPM bersama pendukungnya adalah kelompok separatis yang levelnya dapat disamakan dengan kelompok teroris.
.
Aksi-aksi kejahatan kemanusiaan yang dilakukan OPM yang perlu diketahui publik Indonesia atau dunia internasional seperti yang terjadi 25 Oktober 2019 di Kabupaten Yahukimo.
.
Kelompok OPM menculik salah satu mekanik truk dan salah seorang PNS/ASN yang sedang mengendarai motor Yamaha Vixion. bahkan dikabarkan PNS/ASN mengalami luka panah pada perut bagian belakang tembus paru-paru, sedangkan mekanik truk tersebut luka panah pada bagian dada atas sebelah kanan akibat terkena panah.
.
Sebelumnya Helikopter (PK-IWD) milik perusahaan swasta ditembaki kelompok OPM yang dipimpin Lekagak Telenggen ketika berada di atas daerah Kampung Olenki Distrik Ilaga Utara Kabupaten Puncak ketika sedang menuju pulang pada 16 Oktober 2019.
.
Penembakan tersebut mengenai pintu bawah sebelah kiri Helikopter (PK-IWD) yang tembus sampai kaca depan. Pada 12 Oktober 2019 di Pasar Lama, Distrik Dekai, Kabupaten Yahukimo, Papua juga terjadi penyerangan dengan menggunakan parang terhadap pedagang nasi goreng yang diduga seorang pedagang.
.
Kemudian sehari setelah itu terjadi penyerangan dan pencurian terhadap harta benda kaum pendatang di daerah jalan Paradiso, Distrik Dekai.
.
Kader OPM menyerang warga yang sedang melakukan ronda atau jaga kampong pada malam hari. Setelah menyerang kader OPM melarikan diri menggunakan sepeda motor. Kemudian juga ada pemberitaan terkait rombongan BBPJN PUPR yang diserang panah di Kabupaten Yahukimo, Papua (baca http://detik.id/6HkcHZ).
.
Kelompok pendukung separatis tampaknya juga terus memprovokasi dan mengajak masyarakat Papua untuk anti terhadap pemerintah Indonesia. Bahkan dilakukan melalui ibadah rutin oleh kelompok yang disebut NRFPB atau Negara Republik Federal Papua Barat di Kabupaten Manokwari, Papua Barat.
.
Dari fakta di atas dan beberapa kejadian mengerikan lainnya di bulan sebelumnya, maka masyarakat internasional tampaknya tidak perlu mengikuti acara Global Flag Raising, kecuali mereka bagian dari kelompok kepentingan jahat yang mencoba menerapkan color revolutions di Papua, sebagaimana mereka telah melakukannya di Haiti, Peru, Chile dan Hongkong dengan berbagai motif penyulutnya. (*)
Tidak ada komentar