BENNY WENDA SEORANG PEMBOHONG

Dalam pelariannya di luar negeri, Benny Wenda berusaha membohongi publik internasional dengan isu manipulatif genosida di Papua.

Tentu belum hilang dari ingatan publik internasional, awal Desember 2018, ketika sayap militer Organisasi Papua Merdeka (OPM) pimpinan Egianus Kogoya membantai secara biadab warga sipil di Distrik (kecamatan) Yigi, Kabupaten Nduga.

Dari 25 orang pekerja PT Istaka Karya yang dibantai secara sadis di lereng bukit Puncak Kabo, 4 orang berhasil meloloskan diri kemudian dievakuasi aparat TNI-Polri. Sementara 17 pekerja ditemukan meninggal dunia dan 4 orang lainnya hingga saat ini belum ditemukan.

Sebagai pembenaran terhadap aksi biadab itu, senada dengan para politisi pendukung Papua merdeka yang mengklaim bahwa para pekerja yang mengerjakan proyek strategis nasional jalan Trans Papua sebagai anggota TNI.

Klaim ini kemudian terbantahkan oleh media-media yang meliput dan berinteraksi dengan para keluarga korban. Dengan dalih ini pula, orang-orang yang menamakan diri Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) OPM membenarkan pembunuhan yang mereka lakukan terhadap warga sipil di wilayah Papua.

Benny Wenda juga melakukan kampanye manipulatif mengenai kondisi Kabupaten Nduga pasca pembantaian warga sipil yang dilakukan TPN-OPM pimpinan Egianus Kogoya.

Ia menuding Pemerintah Indonesia melancarkan operasi militer dan menyebut aparat TNI-Polri menggunakan bom fosfor, senjata kimia terlarang. Kebohongannya tersebut bisa terendus dari data yang tidak sinkron yang disampaikan.

Berita mengenai bom fosfor ini sempat diberitakan The Saturday Paper berjudul “Exclusive: Chemical weapons dropped on Papua” pada 22 Desember 2018. Berita ini diduga kuat bersumber dari jaringan ULMWP, melampirkan foto berikut penjelasan bahwa ada 7 orang tewas akibat bom ini.

Pada 18 Januari 2019, Benny Wenda melalui akun twitternya menyebarluaskan data yang diklaim sebagai akibat operasi militer di Kabupaten Nduga pasca pembantaian warga sipil oleh TPN-OPM di Kecamatan Yigi.

“Ada 11 orang tewas tertembak di antaranya 3 orang anak, 6 orang hilang, dan 8 orang terluka akibat bom kimia,” tulis keterangan itu.

Dengan membandingkan dua data di atas, maka data-data yang disampaikan patut diragukan. Jika sebelumnya kepada sejumlah media internasional menyebut ada warga tewas, kemudian diralat menjadi 8 orang terluka akibat senjata kimia.

Dalam keterangan pers, Kepala Penerangan Kodam XVII Cenderawasih Kolonel Inf Muhammad Aidi secara tegas membantah tuduhan tersebut. Menurutnya, Indonesia tidak memiliki senjata kimia dan foto-foto yang beredar di media sosial sebagai bom fosfor adalah selongsong granat asap.

Kapendam XVII Cenderawasih Kolonel Inf M Aidi didampingi Kepala Perlengkapan Kodam Cenderawasih, Kolonel CPL Dwi Soemartono yang memperagakan granat asap yang dituduh bom fosfor. (Pendam XVII Cenderawasih)
“Granat asap adalah senjata standar yang dipakai semua pasukan di dunia. Granat asap ini tidak mengandung peledak mematikan yang berfungsi mengeluarkan asap sebagai penanda sasaran atau menutup pergerakan pasukan,” kata Aidi di Jayapura.

Penjelasan resmi Kodam Cenderawasih tersebut sekaligus membantah klaim sepihak Benny Wenda yang menyebut belasan warga tertembak dan di antaranya ada 3 anak-anak.

“Klaim yang digembar-gemborkan kelompok penggiat HAM dan kelompok separatis berusaha membangun opini seolah aparat TNI-Polri bertindak membabi buta di Nduga. Faktanya, aparat TNI-Polri yang melakukan evakuasi jenazah warga sipil yang dibantai secara biadad oleh KKSB justru berulang kali diserang KKSB,” katanya.

Alih-alih mendapat simpati internasional, terbongkarnya kebohongan yang dikampanyekan Benny Wenda, bukan tidak mungkin akan mendorong publik internasional justru mendesak PBB menjadikan OPM dan sayap militernya TPNPB sebagai organisasi teroris internasional.

Faktanya, puluhan warga sipil terbunuh secara sadis oleh kelompok ini, belum lagi aksi penyanderaan, penyerangan terhadap tenaga guru dan petugas kesehatan di sejumlah wilayah Papua.

Danrem 172/PWY Kol Inf Jonathan Binsar Sianipar didampingi Danyonif 756 Mayor Inf Arif Budi Situmeang berbincang dengan warga sambil menikmati hidangan bakar batu. (Penerangan Kodam XVII Cenderawasih)
Kenyataan ini, semakin membuktikan kampanye manipulatif yang dilakukan Benny Wenda sebagai upaya menghambat pembangunan di Papua untuk terus melanggengkan keterbelakangan orang asli Papua.

Benny Wenda tak lebih dari pejabat-pejabat korup di Papua yang hidup mewah di atas penderitaan orang asli Papua yang tinggal di kampung-kampung tanpa pelayanan dasar yang memadai.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.